BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

"JONG" ERICK MOLLUCASS

basudara kio....ni b biking vor sanang2.. sa.. maen2 jari sa...

tapi kalo bisa for koment... jang lupa...

dangke banya lai...

Senin, 22 Maret 2010

Sayang Maluku Melalui Molukka Hip-Hop Community

Penyanyi Belanda berdarah Maluku Ambonwhena Aratuaman (tengah) bersama beberapa personil Molukka Hip-Hop Community (MHC) yakni Iki, Althien, Iqbal Sangadji, Idrus Salampessy dan Morika Tetelepta di Ambon. Mereka berkolaborasi dalam album hip- hop "Maluku Panggil Pulang' yang ternyata mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan (foto : echek)

Satu siang di teras rumah keluarga Tetelepta, di Rumahtiga Ambon. Cuaca cerah bulan Juli 2008 di Kota Manise ini, seperti menyambut Althien Pesurnay dan Frans Nendissa, yang baru datang dari Tanah Jawa. Berry Revelino sudah ada di situ. Morika Tetelepta, si tuan rumah memetik gitar.

Empat orang muda ini sekedar melepas kangen. Maklum, mereka bersahabat tapi terpisah karena kepentingan studi. Jadi musim liburan benar-benar dimanfaatkan untuk bertemu. Tapi perjumpaan itu ternyata melahirkan diskusi serius. Musik !

Frans membawa cerita tentang perkembangan trend musik di Kota Kembang, Bandung. Ia bercerita tentang selera orang muda di sana. Althien, membawa cerita dari Jakarta. Tapi Morika mengingatkan gagasan yang pernah mereka bahas secara sepotong-sepotong di email, sms dan chating.

Usia yang relatif sama dengan minat yang juga sama pada jenis musik hip-hop, membuat Morika dkk sepakat berbuat sesuatu untuk musik Maluku. Pilihannya adalah membangun komunitas hip-hop dengan basis Ambon.

“Pokoknya kita ingin berbuat sesuatu untuk Maluku, melalui musik,” ungkap Morika kepada Balagu di Ambon, Sabtu (13/3).

Siang itu juga, konsep Molukka Hip-Hop Community (MHC) dimatangkan dan disepakati. Saking semangat, mereka mengabadikan peristiwa itu dengan menggarap sebuah lagu. Liriknya ditulis dan diperbaiki secara rame-rame. Jadilah lagu MHC Anthem. Sepenggal liriknya menggambarkan situasi musik sekaligus ajakan untuk mengembangkannya.

“Kapan tempo dengar tahuri babunyi
Dalam kampong sunyi
Tagal samua MC lari basambunyi”

Hari itu juga, lagu MHC Anthem langsung masuk proses recording di home studio milik Morika. Dari sana, setelah proses mixing yang memakan waktu dua pekan, lagu tersebut diluncurkan ke publik. Para muda ini memilih internet sebagai media publikasi dan sosialisasi keberadaan mereka. Situs yang dipilih waktu itu adalahwww.my.space.com, www.nsnips.com, www.hiphopindo.net

Langkah kecil Morika dkk ini ternyata mendapat respon dari berbagai kalangan. Para netters di berbagai kota menyambut kehadiran MHC. Mereka memberi dukungan supaya hip hop bisa terus hidup di Maluku.

Morika dkk juga mendapat dukungan motivasi penyanyi hip hop senior di Ambon seperti Hanny Wattimena. Dalam suatu kesempatan, Hanny mengaku bangga ada anak-anak muda di kota ini tertarik hip-hip. Dia bahkan bersedia membantu jika diperlukan.

MHC kemudian melebarkan sayap. Para anggotanya membangun jaringan di Jakarta, Yogyakarta dan Salatiga. Saat ini, MHC sudah menyebar sampai ke Jawa. Di Jakarta ada Althien Pesurnay. Ia menggandeng kawan-kawan dari Ambon seperti Iki, Idrus Salampessy dan Ecek Sialana.
Di Yogyakarta, MHC dihidupkan oleh The Baku Tumbu dengan personil Dharma dan Adith Angwarmase, Edek Yanyaan, Iqbal Sangadji, Gilang Ayuba. Sedangkan di MHC Salatiga, ada Kelompok Bounty (Kiong Hehanusa dkk).

Dalam dua tahun belakangan ini, ternyata MHC di Ambon makin mendapat dukungan. Beberapa kelompok datang bergabung. Mereka antara lain The New Saaru (Felix Sopamena, Aries de Lima dan Cyntia Tengens), Nunusaku Tribe (Nixon Pormes dan Hendry Tetelepta), Rap 57 (Eyang Malawat dan Yudhis), Rap Till Die (RTD) yang digagas Revelino Berry. Ada Brown Familly yang terdiri dari sekitar 10 orang muda. Beberapa lainnya bersolo karier seperti Mark Ufie, Kiki Latupapua dan lainnya.
Morika bangga sebab selain MHC, di Ambon saat ini ada pula komunitas lainnya seperti White Hip Hop Community (anak-anak muda Waihaong), Akom BTN Kebun Cengkeh – Batumerah, Boven Alles (Jalan Permi Waihaong) dan Triple House Generation (Rumahtiga)

“Tahun 2007, belum nampak peminat hip-hop secara nyata seperti sekarang. Namun 2009, di mana-mana di Ambon ada kelompok hip-hop. Jadi ada pertumbuhan kuantitas, walaupun secara kualitas, masih harus terus berbenah,” papar Morika.

Dalam satu tahun belakangan ini, warga Maluku di seluruh dunia makin mengenal MHC. Pasalnya, mereka mendapat kesempatan tampil di panggung festival Ambon Jazz Plus Festival 2009. Saat itu, publik Ambon tidak saja melihat penyanyi Maluku kelas dunia, tapi juga wajah-wajah personil MHC. Para muda mulai kenal dekat dengan grup-grup MHC seperti The Baku Tumbu, Sageru dan beberapa person.

Selain penampilan di AJPF 2009, publik makin mengenal grup-grup ini, terutama karena mereka secara koloboratif bersama penyanyi Belanda yakni Ambonwhena Rafaelo Aratuaman menelurkan klip lagu Maluku Panggil Pulang. Klip ini diluncurkan di YouTube.com dan sudah diakses puluhan ribu pengunjung. Sedangkan di Belanda, klip ini beredar dalam bentuk CD.

Selain mengembangkan minat dan bakat pada dunia musik, menurut Morika, konsep MHC juga menumbuhkan rasa sayang pada Maluku. Jadi menyangkut tanah, gunung, alam, laut dan segala isinya, manusia dan kebudayaannya, pokoknya segala sesuatu tentang Maluku,” jelasnya.

Hal lain yang secara sadar dilakoni adalah para personil di MHC senantiasa membangun relasi lintas batas. Para anggotanya datang dari latar belakang etnis dan agama yang beragam. Perbedaan ini, menurut Morika, adalah kekayaan sekaligus keunggulan MHC dibanding beberapa komunitas yang sangat terbatas.

Spirit inilah yang tercermin dalam lirik Maluku Panggil Pulang.

“Satu darah seng ada yang kas beda laeng
Samua tabungkus dalam satu kaeng
Utara, Lease sampai Tenggara Jauh
Laeng sayang laeng
Itu yang katong mau”

(rudi fofid, Copyrigth : http://www.balagu.com/node/1152 )

Jumat, 29 Januari 2010

AMBON MANISSE... KU SAYANG...


Halo sobat di mana saja anda berada, 21 Desember 2009 kemarin mestinya adalah moment yang berharga karena tepat pada tanggal itu setahun sebelumnya saya tiba di Kota Ambon. Hanya saja perayaan itu menja karei tidak asyik karena pada saat yang bersamaan saya sedang berada di dusun di pinggiran Jogja. Keberadaan saya di bumi manise ini berlatar belakang panggilan perut..bukan sesuatu yang memang saya putuskan secara sadar (walau memang dari dulu penasaran dengan eksotisme alam Indonesia Timur. Apalagi ketika mengetahui bahwa di Indonesia Timur ini berada di kawasan yang disebut Triangle Coral, yang panorama bawah lautnya kabarnya luar biasa).

Baiklah, agar cerita ini menjadi cerita ini menjadi sedikit “berisi”, maka saya akan mulai dari “how to get there”. Terdapat dua alternatif utama yaitu jalur laut atau jalur udara. Perjalanan jalur laut kabarnya membutuhkan waktu 4 hari perjalanan dari Jakarta menuju Ambon dan sebaliknya. Sementara jika menggunakan jalur udara, saat ini masih tersedia beberapa maskapai nasional yang melayani penerbangan menuju Ambon. Maskapai pelat merah (Garuda Indonesia) sudah dalam tahap rencana untuk membuka rute menuju Ambon (sejak awal 2009 saya telah mendapatkan kabar tentang rencana ini. Setelah tertunda berulang kali, kabar terbaru menyebutkan bahwa mulai bulan Mei 2010 akan dimulai penerbangan, dengan rute Jakarta-Denpasar-Ambon).

Maskapai nasional yang aktif melayani Rute menuju Ambon adalah Lion Air, Batavia Air serta Sriwijaya Air dengan frekuensi penerbangan langsung dari Jakarta sehari dua kali yaitu dilayani oleh Batavia Air (take off 00.45 WIB) serta Lion Air (take off 01.30 WIB). Lama perjalanan adalah ± 3 – 3.5 jam. Dengan perbedaan waktu dari Jakarta yang 2 jam, maka ketika mendarat penumpang (yang berstatus karyawan) bisa langsung ngantor (enak kan??).

Ohya, untuk jadwal penerbangan langsung ini (direct flight), pesawat yang dipergunakan adalah pesawat yang masih baru (Airbus A320 untuk Batavia Air dan Boeing 737-900ER untuk Lion Air), jadi kenyamanan cukup lumayan lah. Jadwal lain adalah untuk pesawat yang transit di Surabaya (Batavia Air, take off dari Jakarta pukul 06.00), serta transit di Makassar (Sriwijaya Air take off 05.45 sementara Lion Air saya tidak tahu.. hehe) Lion Air adalah pesawat paling sore yang mendarat di Ambon yaitu pukul 15.00 WIT (untuk jadwal lebih lengkap bisa di-check di masing-masing website ya…) dan salah satu keunggulan jadwal sore ini adalah bisa dikombinasi dengan pesawat Garuda (di Makassar pindah pesawat).

Harga tiket relatif cukup terjangkau. Pada masa normal harga berkisar di angka Rp.800 – 900 ribu. Sementara harga tiket paling tidak bersahabat adalah masa Hari Lebaran (untuk pemudik dengan tujuan luar Ambon) dan masa Liburan Hari Natal – Tahun Baru (untuk pemudik dengan tujuan ke Ambon). Harga tiket termurah yang pernah saya dapatkan adalah Rp 567rb (off season).

Dari bandara perjalanan menuju kota dapat dilanjutkan dengan menggunakan taksi (resmi atau taksi gelap) dengan biaya antara Rp 120 – 150 ribu dengan waktu tempuh sekitar 1 jam. Alternatif lain yang relatif murah, dan terutama jika terburu-buru harus segera sampai kota dan bawaan tidak banyak, adalah menggunakan jasa penyeberangan speed boat.

Naik ojek selama 15 menit (ongkos Rp15 – 20 ribu), kemudian menyeberang dengan speed selama 10 menit (ongkos carter Rp 50 ribu, jika tidak carter maka tergantung jumlah penumpang – dalam sekali narik, tukang speed minimal harus dapat Rp 50 ribu). Bagi yang tidak sabar ingin menikmati hembusan udara segar khas ambon maka bisa mencarter ojek dari bandara sampai ke kota. Waktu tempuh sesuai pesanan penumpang dengan ongkos antara Rp 60-70 ribu.

Perjalanan menuju kota ini cukup atraktif (berkelok-kelok) dan menyusuri pantai. Jadi bagi wisatawan bisa dianggap sebagai pemanasan…

Sementara itu untuk angkutan selama di Ambon, jenis angkutan umum dalam kota berupa mobil penumpang kecil (mobil seperti minibus dan kijang). Mayoritas mobil angkutan umum tersebut dilengkapi dengan tatanan musik yang sekelas ajeb-ajeb (dijamin tidak perlu ke diskotik – tapi kalo Shrek pasti bilang : memalukan!! Tidak level lah yau.. hehehe). Ongkos angkutan Rp.2000,00 untuk dalam kota. Taksi hanya terdapat di bandara sehingga jika membutuhkan angkutan yang lebih nyaman maka dipersilakan menyewa mobil dengan tarif sekitar Rp.400 – Rp.600 ribu per hari. Mobil sekelas Avanza dan Innova banyak disediakan. Tidak ada bus kota karena ukuran kota maupun jalan- jalan yang tidak memadai jika dilayani dengan bus.

Nah, lalu kenapa saya musti menunggu setahun untuk sharing? niat awal saya adalah agar saya punya kesempatan untuk mengunjungi lokai-lokasi indah di P. Ambon serta daerah lain di Maluku (padahal cuma ga mau dibilang cengeng karena ceritanya jadi roman-emosional sih hahahaha) Jadi mari kita mulai dari lokasi-lokasi yang sudah saya datangi…

Gambar pertama tentu gambar Kota Ambon, yang ini diambil dari Gunung Nona (ini asli nama bukit disini, dan bukan nama yang saya kreasikan sendiri lho..mohon para jejegers untuk sedikit berbaik sangka…hehehe)

Dari bukit ini pemandangan sungguh indah. Kita bisa melihat betapa “luasnya” kota Ambon. Dan di seberang teluk dapat dilihat bandara Pattimura. Bukit ini menjadi “sentra menara transmitter” milik stasiun TV (baik TVRI maupun TV swasta lokal/nasional), maupun menara transmitter milik operator seluler.

Kota Ambon di waktu malam (dari Monumen Christina M. Tiahahu. Pahlawan Nasional wanita dari Nusalaut, Maluku) selain untuk mendapatkan sudut yang lain dari kota, juga karena kalau malam- malam motret dari Gn. Nona serem juga..hehe

Gedung yang paling terang dan paling tinggi di gambar adalah Gedung Kantor Gubernur Provinsi Maluku. Lokasi Monumen yang terletak di puncak bukit ini sangat indah kala senja. Di dekat monumen ini terletak Gedung DPRD Provinsi Maluku dan rumah dinas Wakil Gubernur. Begitu strategisnya lokasi ini sehingga ketika hari cerah, fotografer amatiran pun bisa menghasilkan gambar yang cukup berwarna seperti berikut :

Pattimura Park (memorial untuk mengenang salah satu pahlawan besar Maluku, Kapitan Pattimura) Memorial Park ini berlokasi tepat di sebelah Lapangan Merdeka yang fenomenal itu (ingat kunjungan Presiden SBY ke Ambon beberapa tahun silam). Taman ini selalu ramai dengan aktifitas kawula muda Ambon. Terdapat lapangan Basket, lapangan voli serta jogging track. Lokasi yang di jantung kota dan dekat dengan kawasan bisnis dan pertokoan Ambon (satu-satunya Mall yang ada di Ambon terletak satu blok dari taman ini) memang menjadikan taman ini destinasi favorit bagi remaja.

Patung Kapitan Pattimura berbahan logam tersebut -tentu saja- merupakan hasil karya seniman di Jawa (dan sempat menimbulkan masalah karena golok yang dipegang Kapitan Pattimura bukan golok khas Maluku yang ujungnya berbentuk persegi, tetapi golok ala Jawa yang berujung runcing). Berhubung masyarakat tidak ada yang bisa bikin gantinya, maka tetap dipasang juga Kapitan Pattimura bergolok Jawa.

Mulai November 2009 ada monumen baru yang terletak di kawasan Lapangan Merdeka ini. Yaitu Monumen Gong Perdamaian Dunia (World Peace Gong). Indonesia merupakan negara ke- yang mendapatkan giliran dipasang Gong. Ohya, sebelum Monumen gong ini dipasang. Sempat terjadi demonstrasi dari beberapa elemen masyarakat yang mempertanyakan mengapa bentuknya gong dan bukan sesuatu yang mencerminkan budaya lokal seperti tifa. Hehe, terasa sungguh lucu karena terkesan mau menang sendiri dan tidak mau tahu sejarah mengapa bentuknya gong. Waktu itu peresmian gong ini dihadiri oleh Presiden SBY serta beberapa meneri dan duta besar negara sahabat. Gong ini cukup atraktif dan menjadi destinasi foto yang favorit di kalangan masyarakat. Lampu gong berubah dari hijau, biru, merah serta putih.

Sementara itu destinasi utama di Ambon adalah pantai. Terdapat beberapa pantai yang berpasir putih dan berombak tenang (kalau ga lagi cuaca buruk..hehehe)

Pantai Natsepa. Pantai rekreasi tujuan utama warga Ambon. Letaknya sekitar 30km dari pusat kota. Pantainya landai dan bersih. Di pinggir pantai banyak warga yang berjualan rujak buah ala Ambon (bumbunya pake kacang tanah sangrai), jagung bakar serta es kelapa muda

Pantai favorit berikutnya adalah pantai Liang (dengan lokasi sedikit lebih jauh, sekitar 40 km dari kota)

Kedua pantai tersebut favorit karena pasirnya putih dan topogtrafi lautnya landai sehingga orang bisa berenang dan bermain-main dengan aman.

Lokasi pantai di Ambon memang sangat banyak, untuk sisi pulau yang menghadap Laut Banda, pantai yang populer diantaranya adalah Santai Beach

Kemudian ada Tanjung Latuhalat

Dan Pintu Kota. Di lokasi ini terdapat dinding batu berlubang yang sangat unik (bayangkan saat senja..kemudian ada perahu nelayan lewat..dengan teknik framing dan pengambilan gambar oleh pakar sekelas mbah Gandalf, Sophie, Oom DJ serta Pam2 pasti hasilnya luar biasa).

Karena pantai-pantai ini menghadap laut lepas, maka bagi para “pemburu senja” lokasi ini menjadi menu wajib (kecuali sedang kurang beruntung, langit berawan tebal)

Spot yang unik lain di pulau ini adalah Batu Layar. Dinamakan demikian karena bentuk batu karang ini jika dari kejauhan terlihat seperti layar perahu. Pantai ini menghadap ke sisi laut Buru, kalau dari bandara ke arah sebelah kiri jadi berlawanan arah dengan kota karena untuk menuju kota arah ke kanan. (mohon dicatat : “burung camar” dalam foto ini aseli efek sensor yang terserang jamur. Maklum kamera pinjaman..waktu pinjem ga nyadar kalau kotor)

Bagi penggemar olahraga snorkeling dan diving, beberapa lokasi yang wajib kunjung adalah : pantai hukurila, morella, batu kuda serta pulau tiga.

Selain lokasi yang memang sudah dikenal sebagai destinasi wisata, Pulau ini masih menyimpan sejuta lokasi potensial seperti : pantai Amahusu.

Atau kampung tenga-tenga (di mana kita bisa saksikan Pulau Haruku di seberang laut). Lokasi ini cukup memadai jika menginginkan foto matahari terbit.

Atau Air Besar (sumber air utama bagi warga kota, yang tentu saja dikelola oleh PDAM)

Kemudian ada juga Air terjun di Pulau Tiga, yang lokasinya ada di luar Pulau Ambon. Jadi harus menyeberang dengan perahu (taman laut di kawasan ini kabarnya bagus juga. Banyak ikan tuna/cakalang. Sementara ini saya masih dalam tahap berencana ke sana)

Kemudian ada Rumah miring di Wayame

Atau berusaha menangkap suasana pedesaan yang khas..

Ada teluk perawan (kami sebut begitu karena kami tidak tahu namanya, lokasinya ada di tengah hutan, jauh dari perkampungan…hehehe, maaf horizonnya agak miring tuh)

Atau Teluk Wakasihu (dekat Batu Layar)

Atau jika sekedar ingin mendapatkan sunset dari dalam kota, bisa menunggu moment indah tersebut dari Pelabuhan Navigasi Silale…

Demikian sekelumit kisah dari Ambon Manise.

Disclaimer : foto-foto di atas semuanya adalah koleksi pribadi dari :

no. : 1,8,9,12,13,17,28 & 29 by edy kristianto no. : 6 & 7 by L.M Sopaheluwakan
no. : 5,21,22 & 27 by doni septadijaya

no. : sisanya by cumin of Saononenian :D

Terimakasih banyak dan diucapkan selamat meninggalkan komentar. Jangan tanya ini mau cerita kota atau mau “pamer” foto-2. Saya sendiri bingung juga..hehehe. ohya, mohon jangan sungkan- sungkan untuk memberikan masukan ya...

#text ini cuman copian..saya..maaf yach..

Jumat, 22 Januari 2010

(Melly)

Awan Awan Menghitam

Langit runtuhkan dunia

Saat aku tahu ternyata akhir ku tiba


(Baim)

Mengapa semua menangis

Padahal ku selalu tersenyum

Usap air matamu

Aku tak ingin ada kesedihan


Reff :

(Melly)

Burung sampaikan nada pilu

Angin terbangkan rasa sedih

Jemput bahagia diharinya

Berikan dia hidup


(Baim)

Tuhan terserah mau-Mu

Aku ikut mau-Mu Tuhan

Ku catat semua ceritaku

Dalam harianku



Koleksi Melly Goeslaw yang lain.
Mp3 Download & Lirik Lagu Melly Goeslaw ft Baim – Catatanku (ost.Buku Harian Baim)
Gambar Artis Indonesia